Di hari ini 17 mei 2014 Ane sendiri Ulang tahun yang ke 18 tapi saya islam boleh kah merayakannya ?
ini bahasannya Cek kidot :D Semoga Bermanfaat buat kalian
SUMBER: pramukadewankehormatanindonesia.blogspot.com
Hukum Merayakan Ulang Tahun dan Mengucapkan Selamat Ulang Tahun Bagi Umat Islam
ternyata tradisi perayaan ulang tahun sudah ada di Eropa sejak
berabad-abad silam. Orang-orang pada zaman itu percaya, jika seseorang
berulang tahun, setan-setan berduyun-duyun mendatanginya. Nah, untuk
melindunginya dari gangguan para makhluk jahat tersebut, keluarga dan
kerabat pun diundang untuk menemani, sekaligus membacakan doa dan
puji-pujian bagi yang berulang tahun. Pemberian kado atau bingkisan juga
dipercaya akan menciptakan suasana gembira yang akan membuat para setan
berpikir ulang ketika hendak mendatangi orang yang berulang tahun. Ini
memang warisan zaman kegelapan Eropa.
Berdasarkan catatan
tersebut, awalnya perayaan ulang tahun hanya diperuntukkan bagi para
raja. Mungkin, karena itulah sampai sekarang di negara-negara Barat
masih ada tradisi mengenakan mahkota dari kertas pada orang yang
berulang tahun. Namun seiring dengan perubahan zaman, pesta ulang tahun
juga dirayakan bagi orang biasa. Bahkan kini siapa saja bisa merayakan
ulang tahun. Utamanya yang punya duit.
Jadi Tradisi ulang tahun
sama sekali tidak memiliki akar sejarah dalam islam. Islam tak pernah
diajarkan untuk merayakan ulang tahun. Kalo pun kemudian ada orang yang
berargumen bahwa dengan diperingatinya Maulid Nabi, hal itu menjadi
dalil kalo ulang tahun boleh juga dalam pandangan Islam. Maka ini adalah
argumen yang tidak tepat.
Rasulullah SAW sendiri tak pernah
mengajarkan kepada kita melalui hadisnya untuk merayakan maulid Nabi.
Maulid Nabi, itu bukan untuk diperingati, tapi tadzkirah, alias
peringatan. Maksudnya? Jika kita baca buku tarikh Islam, di dalamnya
terdapat catatan bahwa Sultan Shalahuddin al-Ayubi amat prihatin dengan
kondisi umat Islam pada saat itu. Di mana bumi Palestina dirampas oleh
Pasukan Salib Eropa. Sultan Shalahuddin menyadari bahwa umat ini lemah
dan tidak berani melawan kekuatan Pasukan Salib Eropa yang berhasil
menguasai Palestina, lebih karena mereka sudah terkena penyakit wahn
(cinta dunia dan takut mati). Mereka bisa menjadi seperti itu karena
mengabaikan salah satu ajaran Islam, yakni jihad. Bahkan ada di antara
mereka yang tidak tahu menahu dengan perjuangan Rasulullah SAW dan para
sahabatnya.
Untuk menyadarkan kaum muslimin tentang pentingnya
perjuangan, Sultan Shalahuddin menggagas ide tersebut, yakni tadzkirah
terhadap Nabi, yang kemudian disebut-entah siapa yang memulainya-sebagai
maulid nabi. Tujuan intinya mengenalkan kembali perjuangan Rasulullah
dalam mengembangkan Islam ke seluruh dunia. Singkat cerita, kaum
muslimin saat itu sadar dengan kelemahannya dan mencoba bangkit. Dengan
demikian, berkobarlah semangat jihad dalam jiwa kaum muslimin, dan bumi
Palestina pun kembali ke pangkuan Islam, tentu setelah mereka
mempecundangi Pasukan Salib Eropa. Jadi Maulid nabi bukan dalil
dbolehkannya pesta ulang tahun.
Kembali ke pokok pembicaraan,
Pesta ulang tahun bukanlah warisan Islam. Tapi warisan asing, alias
ajaran di luar Islam. Lalu gimana jika kita melakukannya? Berdosakah?
karena tradisi itu adalah tradisi orang-orang Eropa, yang saat itu
berkembang ajaran Kristen, maka pesta ultah tentu saja merupakan tradisi
kaum non-muslim. Jika kita melakukannya, maka termasuk dosa.
Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka.” (HR. Abu Dawud).
Dalam riwayat lain.
Rasulullah SAW bersabda : “Kamu telah mengikuti sunnah orang-orang
sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga
jika mereka masuk ke dalam lubang biawak, kamu tetap mengikuti mereka.
Kami bertanya : Wahai Rasulullah, apakah yang engkau maksudkan itu
adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani? Baginda bersabda:
Kalau bukan mereka, siapa lagi?” (HR. Bukhari Muslim).
Dari sini jelas bahwa hukum merayakan ultah adalah haram.
Mungkin ada pertanyaan seperti ini, “Bolehkah merayakan ulang tahun
dalam arti berdoa atau mendoakan agar yang berulang tahun selamat,
sehat, takwa, panjang umur, dan seterusnya. Semua itu dilakukan dengan
cara dan isi doa yang syar’i, tanpa upacara tiup lilin dan sebagainya
seperti cara Barat, lalu dilanjutkan acara makan-makan. Bolehkah?”
Jawabannya, berdoa dan makan-makan adalah halal. Tetapi bila dilakukan
pada hari seseorang berulang tahun, maka akan terkena hukum haram
ber-tasyabbuh bil kuffar. Jadi di sini akan bertemu hukum haram dan
halal. Dalam kondisi seperti ini wajib diutamakan yang haram daripada
yang halal sebab kaidah syara’ menyebutkan : “Idza ijtama’a al halaalu
wal haraamu, ghalaba al haramu al halaala.” Artinya, “Jika bertemu halal
dan haram (pada satu keadaan) maka yang haram mengalahkan yang halal.”
(Kitab as-Sulam, Abdul Hamid Hakim).
Dengan demikian, jika
merayakan ultah diartikan sebagai “berdoa dan makan-makan”, dan
dilaksanakan pada hari ultah, hukumnya haram, sesuai kaidah syar’i di
atas. Akan tetapi jika dilaksanakan bukan pada hari ultah, maka hukumnya
–wallahu a’lam bi ash shawab– menurut pemahaman kami adalah mubah
secara syar’i. Sebab hal itu tidak termasuk tasyabbuh bil kuffar karena
yang dilakukan pada faktanya adalah “berdoa plus makan-makan”, yang mana
keduanya adalah boleh secara syar’i. Lagi pula hal itu dilakukan tidak
pada hari ultah sehingga di sini tidak terjadi pertemuan halal dan haram
sebagaimana kalau acara tersebut dilaksanakan pada hari ultah. Wallahu
a’lam.
Allah SWT Berfirman : “Barangsiapa mencari agama selain
agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS.
ali Imrân [3] : 85). dan “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu
tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan
hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. al-Isrâ’ [17] :
36).
Rasullah SAW juga bersabda : Belum sempurna keimanan salah
seorang di antara kalian, sebelum hawa nafsunya mengikuti apa yang aku
bawa (al-Qur’an). (Hadits ke-41 dalam Hadits al-Arba’in karya Imam
Nawawi).
Bagaimana dengan Hukum Mengucapkan Selamat Ulang Tahun Dalam Islam?
Perayaan ulang tahun adalah bid’ah. Mengapa? Ada dua landasan yang
diikuti oleh umat Islam: Qur’an dan sunnah Rasulullah saw. Sunnah ini
kemudian terbagi atas ucapan, perbuatan, atau niat Rasulullah saw yang
kemudian tidak sempat terlaksana karena beliau meninggal dunia sebelum
sempat melaksanakannya.
Mengucapkan selamat ulang tahun (kata
Dipo, istilah yang kemudian diarabisasikan adalah milad dan hari lahir)
ini adalah salah satu hal yang tidak dituntunkan oleh teladan umat
Islam, Rasulullah saw. Jika mengucapkan selamat hari lahir adalah
tuntunan, Rasulullah pasti akan membiasakan hal tersebut pada umatnya.
Selain itu, tradisi perayaan ulang tahun atau hari lahir ini adalah
budaya kaum nonmuslim. Berdasarkan hadis Rasulullah saw, seseorang yang
mengikuti suatu kaum maka ia termasuk ke dalam golongan itu. Perayaan
hari lahir ini telah tercipta sejak jaman Nabi Nuh as. Salah satu
anaknya kemudian mengadakan perayaan hari lahirnya. Karenanya, umat
muslim yang memiliki prinsip hidup yang unik tidak diperbolehkan untuk
mengikuti kaum lain, apalagi kaum kafir dan nonmuslim. Kegiatan yang
mengikuti tradisi umat lain dinamakan juga tasyabbuh.
Ustad Maknun Prawiro mengatakan bahwa ada tiga hal yang menyebabkan kerusakan dalam agama Islam, yakni:
1. Mengikut-ikutii kaum lain
2. Pluralisme
3. Pendangkalan aqidah
Tentu saja tak seorang pun dari kita ingin menyebabkan kerusakan dalam
agama Islam bukan? Apalagi mengucapkan selamat ulang tahun saya rasa
adalah hal yang sepele. Tapi, ini berkaitan dengan bid’ah, dan orang
yang melakukan bid’ah tak termasuk umat Rasulullah saw yang mendapat
syafaat.
Merayakan dan mengucapkan selamat ultah juga tidak ada
contohnya dari Nabi dan para sahabat, sehingga dilarang dalam Islam,
bahkan jatuh ke dalam tasyabbuh/ menyerupai orang kafir.
dari
Ibnu Umar ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa bertasyabuh dengan suatu kaum, maka ia bagian dari
mereka.” [HR. Abu Daud dan Ahmad]
Bagaimana pendapat rekan-rekan
semua? sudah jelaskah pemaparan diatas? hal-hal kecil, sepele ternyata
berdampak buruk terhadap umat? jika bukan kita yang memperbaikinya,
siapa lagi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar